GlobalSulbar.com, Pasangkayu – Dalam rangka memperingati HUT Yayasan Kemala Bhayangkari yang ke 44 tahun, yayasan Kemala Bhayangkari Sulbar, berkunjung ke masyarakat Suku Da’a, di Dusun Saloraya, Desa Gunung Sari, Kabupaten Pasangkayu, Sulbar, Kamis 7 Maret 2024.
Dalam sambutannya, Ketua Bhayangkari Daerah Sulbar, Ny. Miranti Adang mengucapkan terima kasih kepada seluruh masyarakat Suku Da’a di Dusun Saloraya, Desa Gunung Sari atas penyambutannya yang sangat luar biasa.
“Kami Sangat berterimah kasih kepada Seluruh masyarakat Suku Da’a Dusun Saloraya, Desa Gunung Sari telah menyambut kami dengan luar biasa”,
“Hari ini kami laksanakan Bakti Sosial dalam rangka HUT Yayasan Kemala Bhayangkari ke 44 Thn 2024, kami menyapa berkenalan dengan Masyarakat Dusun Saloraya Desa Gunung Sari”,
“Kami sangat senang dan bahagia melihatnya, sekali lagi terima kasih banyak kepada kepala suku, Bapak Neso,” ucapnya
Diakhir sambutanya, Ny. Miranti Adang meminta agar anak – anak suku Da’a berburu ilmu pengetahuan, supaya Sulbar bisa mengalami kemajuan.
“Berburulah Banyak Ilmu Anak-Anakku, Supaya Sulbar Makin Maju,” pintanya
Pada kesempatan itu juga, pemerhati seniman Pasangkayu, Andi Latifa Arifin mengatakan, kunjungan ibu kapolda Ny Miranti Adang Ginanjar ke kampung suku Da’a merupakan langkah positif dalam memperluas dialog antara komunitas dalam.
Menurutnya, hal ini memungkinkan ibu Ketua Bhayangkari Sulbar untuk mendengarkan dan melihat langsung kebutuhan masyarakat suku Da’a serta memperkuat keterlibatan pemerintah dalam membangun hubungan yang lebih baik.
“Di tambah lagi Penggunaan baju kulit kayu oleh ibu Ketua Bhayangkari Sulbar sendiri yang menunjukkan kearifan lokal masyarakat suku Da’a dalam memanfaatkan sumber daya alam secara berkelanjutan,” ucapnya
Ia menambahkan, suku Da’a adalah potret kekayaan budaya yang harus dilestarikan.
Suku yang tinggal di kawasan pegunungan di Mamuju Utara ini punya berbagai keunikan, yang jarang dilakukan oleh manusia kebanyakan.
Dimana suku ini hidup di atas pohon dan memanfaatkan alam sebagai sumber penghidupannya.
“Saya bukan orang bunggu asli, melihat ibu Ketua Bhayangkari Sulbar menggunakan baju kulit kayu, saya merasakan bahwa masyarakat bunggu bangga dengan melihatnya, Ini juga mencerminkan kekayaan budaya dan tradisi unik mereka yang patut dihargai dan dilestarikan,” tutupnya
Untuk diketahui, Suku Bunggu adalah nama yang diberikan kepada komunitas suku yang mendiami daerah pegunungan di Mamuju Utara dengan pola hidup nomaden.
Beberapa di antara mereka telah berinteraksi dengan suku lain. Namun, tidak sedikit pula yang masih bertahan hidup di pedalaman dan menjadi komunitas suku terasing.
Suku Bunggu aslinya adalah Suku Kaili dari Sulawesi Tengah, orang tua mereka kemudian menyebar ke wilayah lain misalnya, Mamuju Utara karena hutan masih sangat lebat untuk dibuka menjadi perkampungan dan kebun seadanya. Suku inilah yang kemudian menjadi Suku Da’a, Suku Bunggu, dan suku-suku lainnya.
(Kalam)
***